Pada abad ke-11, kerajaan Medang yang berpusat di Jawa Timur telah berhasil menyatukan wilayah kekuasaannya di bawah pemerintahan Raja Airlangga. Setelah periode penyatuan tersebut, Raja Airlangga berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Salah satu upaya penting yang dilakukannya adalah pembangunan Bendungan Waringin, yang kemudian dikenal sebagai Bendungan Waringin Sapta Abad ke-11.

Bendungan ini berlokasi dekat Kelagen, tepat di sepanjang sungai Brantas yang menjadi salah satu sungai terpanjang di Jawa Timur. Pendirian bendungan ini memiliki dua tujuan utama, yaitu untuk keperluan irigasi pertanian dan untuk mengatasi masalah banjir. Dengan mengendalikan aliran air sungai Brantas, bendungan ini memungkinkan pengaturan irigasi yang lebih baik untuk lahan pertanian di sekitarnya. Hal ini memastikan ketersediaan air yang cukup bagi pertanian dan meningkatkan produksi pangan, sehingga memperkuat kemakmuran rakyat.

Salah satu aspek menarik dari Bendungan Waringin Sapta Abad ke-11 adalah keterlibatan aktif masyarakat setempat dalam pemeliharaannya. Raja Airlangga menunjuk warga sekitar bendungan untuk menjaga dan merawatnya. Tugas ini dijalankan sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan infrastruktur penting bagi kehidupan mereka. Sebagai imbalan atas tanggung jawab tersebut, daerah sekitar bendungan dibebaskan dari kewajiban membayar pajak. Keputusan ini memberikan insentif kepada warga untuk menjaga kelestarian bendungan dan memastikan kelancaran fungsi irigasi serta pengendalian banjir yang dihasilkannya.

Dampak dari pembangunan Bendungan Waringin Sapta Abad ke-11 tidak hanya dirasakan secara lokal, tetapi juga membawa perubahan yang signifikan dalam sektor perdagangan. Aliran sungai Brantas yang terkendali membuka akses transportasi yang lebih baik, terutama melalui jalur pelayaran. Pelabuhan Hujung Galuh yang terletak di muara sungai Brantas menjadi semakin ramai sebagai pasar perdagangan antar pulau. Kehadiran bendungan ini meningkatkan konektivitas wilayah pesisir dengan daerah pedalaman dan memfasilitasi pertukaran barang dan jasa antara pulau-pulau di Nusantara.

Bendungan Waringin Sapta Abad ke-11 menjadi simbol kemakmuran di era pemerintahan Raja Airlangga. Melalui pembangunan infrastruktur yang inovatif dan partisipasi aktif masyarakat, raja tersebut berhasil meningkatkan kondisi kehidupan rakyatnya. Irigasi yang ditingkatkan dan penanganan banjir yang efektif membawa kemajuan dalam sektor pertanian dan perdagangan. Hal ini juga mencerminkan kebijakan pemerintahan yang bijaksana dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk kepentingan masyarakat secara luas.

Hingga saat ini, meskipun telah berlalu lebih dari satu milenium, warisan Bendungan Waringin Sapta Abad ke-11 tetap relevan dalam sejarah pembangunan Indonesia. Keberhasilannya sebagai simbol kemakmuran dan keterlibatan masyarakat dalam pemeliharaan infrastruktur menjadi pelajaran berharga dalam membangun dan menjaga keberlanjutan pembangunan di masa kini.

Leave a comment