DEFINISI SEJARAH

 Historians At Work, Volume I, 1972.

Sejarah adalah lebih mudah untuk ditulis daripada diberi definisi sebab semua definisi memihak. Definisi kita mengenai sejarah sebagai pemikiran kritis tentang masa lampau tidak merupakan suatu perkecualian. Definisi ini tetap netral di antara beberapa perdebatan yang terus memecah-belah profesi: tidak memberikan apa-apa pada cara pemecahan (cara penyelesaian) masalah pengetahuan sejarah. Kenetralan ini mempunyai kebaikannya; kenetralan ini menyatakan secara tidak langsung bahwa para sejarawan yang memihak masalah-masalah ini masih dapat menulis sejarah yang baik.

Tetapi definisi kita di pihak lain adalah kontroversial; definisi kita adalah lebih banyak daripada definisi para penulis sejarah dan kurang banyak pandangan yang termasuk semua pernyataan tentang masa lalu dalam kategori (golongan) sejarah, Definisi ini mendapat tempat bagi akademikus (sarjana) yang menutup diri dan sastrawan yang keduniawian, negarawan-sejarawan dan penyusun-penyusun risalah yang sabar dan pengumpul-pengumpul yang berambisi. Tetapi meniadakan penulis-penulis kronik Timur Dekat purbakala yang ditunggangi mitos. Sejarah, kita tegaskan dengan definisi kita, menurut sang pengarang, dimulai dengan bangsa Yunani.

Kontroversi dimulai pada titik ini. Bagaimana dengan kemenangan-kemenangan Firaun yang bangsa Mesir yang berterimakasih atau patuh, pahat  pada batu? Apakah tuntutan ini untuk keunggulan bangsa Yunani yang bukan suatu mitos, yang dibebankan oleh ahli-ahli klasik (sarjana-sarjana yang mempelajari sastra dan seni Yunani-Romawi purbakala) yang tinggi hati (suka meninggikan diri sendiri) dan diikuti oleh murid-murid yang patuh selama bergenerasi-generasi? Keberatan-keberatan ini samasekali tidak keruan  dan layak dihadapi secara serius.

Dalam memecah-belah cara berpikir menjadi kritis dan menjadi dongengan, kami memberikan dua macam pikiran  yang jarang ditemukan dalam segala kemurniannya. Peradaban-peradaban berkuasa oleh mitos yang sering mengembangkan cara berpikir yang sangat canggih, sebaliknya peradaban-peradaban yang melakukan kecaman sering menyembunyikan unsur-unsur mitos. Dalam beberapa tahun belakangan ini, waktu pengertian kita tentang Timur Dekat tumbuh, para sejarawan peradaban-peradaban ini telah membantah dengan kuat pernyataan-pernyataan tanpa bukti yang sudah berjalan lama bahwa Babilonia dan Mesir adalah, pada umumnya, terperosok dalam takhayul dengan tidak ada harapan.

Merela berhak untuk memprotes: sekarang kelihatannya jelas, misalnya, bahwa bangsa Babilonia dapat membuat kalkulasi-kalkulasi (perhitungan-perhitungan) matematika yang rumit dan observasi-obvervasi (pengamatan-pengamatan) astronomi yang agak maju, Tetapi sangat tidak diperbolehkan untuk melompat dari penonjolan bahwa peradaban-peradaban ini adalah beradab, melompat bahwa mereka oleh karena itu mengharapkan bangsa Yunan beradab dalam segala hal, termasuk konsepsi dan menulis sejarah yang benar.

Kata criticism (kecaman) telah memperoleh kelaziman konotasi (arti tambahan) yang negatif: kata itu menunjukkan tidak menyetujui secara lisan yang agresif dan biasanya destruktif (bersifat merusak).Kita mencela apa yang tidak kita sukai, dan criticism adalah pernyataan apa yang tidak kita sukai. Kita memakai istilah Critical thinking dalam pengertian yang lebih meliputi banyak hal (comprehensive) dan kurang bersifat polemik (polemical). Critical thinking  adalah suatu kebiasaan pikiran sifat yang khas beberapa budaya – atau; cukup kalangan elit mereka yang mengemuka.

Kebiasaan ini mencerminkan kesadaran-diri dan percaya-diri tertentu yang filosofis; kebiasaan ini tidak dapat tercapai bagi tamu yang cemas dikecam mengenai keuntungan-keuntungan tidak terduga-duga. Adalah hanya jika manusia mulai merasa sendiri layak untuk membuat pertimbangan-pertimbangan bahwa ia menemukan dan mengembangkan rasa keinginan taunya yang lazim dan memulai memuaskan kehausannya akan pengetahuan: rasa gengsi (martabat) dan pengembangan rasa keinginan tau berjalan bersama-sama.

Baik dalam Abad Klasik dan sekali lagi dalam Abad Pencerahan, dua abad di mana semangat kritis dikembangkan sampai puncaknya, suasana yang berlaku adalah kesederhanaan, Masalahnya adalah . tidak mempunyai semua jawaban, tetapi menuntut hak untuk mengajukan pertanyaan. “Semua harus diperiksa,” Diderot mengatakan, “semua harus dikocok, tanpa kecuali dan tanpa kehatihatian.” Dan dengan semua, Diderot maksudkan semua. Ini adalah suara dari semangat kritis.

Dampak semangat ini pada penulisan sejarah adalah hampir terbukti sendiri. Suatu budaya yang membiarkan para pencatat menyetujui dan memperbesar dongeng-dongeng, untuk direkam tanpa peninjauan yang skeptis adalah suatu budaya tanpa sejarah yang benar. Sejarawan perlu menjauhkan diri dari bahan-bahannya; ia harus mempertanyakan keaselian dokumen-dokumennya, kebenaran para pendahulunya, keabsahan informasinya. Bila ia kurang melakukan itu semua, maka tulisannya adalah  propaganda, atau apa yang Collingwood sebut dengan singkat, “sejarah mitos” – pseudohistory (sejarah palsu) yang menyamar sebagai sejarah.

Sumber: Historians At Work, Volume I, 1972, diterjemahkan secara bebas, dipersingkat dan diberi beberapa anotasi seperlunya.

Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan copy dimana saja dan mohon kerelaannya untuk mencantumkan link berikut ini: https://abelpetrus.wordpress.com/history/definisi-sejarah/

Leave a comment