SECUIL KISAH DAN PANDANGAN DALAM MEMORI LIBURAN[1]

Vicky

Victoria Agatha

Kelas 8D (2012-2013), SMPK Santo Yoseph Denpasar

Menurut saya malam tahun baru kali ini biasa-biasa saja. Tidak ada banyak cerita pada malam tahun baru, karena pada tanggal 31 Desember 2012 malam saya lebih senang menghabiskan waktu dan merayakannya di Gereja Katedral Paroki Roh Kudus, Renon – Denpasar sekaligus bertugas sebagai misdinar (putra putri altar). Selesai bertugas di gereja, sekitar jam 08.30 Wita saya pulang ke rumah dan langsung ngorok di tempat tidur untuk “mengisi baterai”, karena besoknya tanggal 1 Januari 2013 pagi saya sudah harus berada di gereja lagi. Saking lelapnya, saya sampai tidak mendengar suara kembang api yang biasanya memekakkan telinga.

MisdinarBangun pagi hari jam 04.30 Wita saya mandi dan bersiap-siap pergi ke gereja untuk tugas misdinar. Begitu saya keluar rumah keadaan sangat sepi, namun banyak sekali bungkus mercon berserakan dimana-mana. Bagi saya ini adalah dampak negatif dari pesta malam tahun baru. Lingkungan menjadi tercemar, karena kurangnya kesadaran masyarakat untuk membersihkan sisa-sisa bungkus mercon. Di jalan saya juga melihat banyak botol minuman keras berserakan dan kartu yang biasa digunakan untuk berjudi. Belum lagi, ketika hampir sampai di gereja, tepatnya di perempatan antara Jl. Tukad Batanghari, Jl. Tukad Yeh Aya, dengan Jl. Tukad Musi, saya melihat empat anak, usianya kira-kira ±12-15 tahun, yang asyik menonton bola di halaman sebuah rumah. Sepagi itu mereka sangat asyik menonton bola, dalam benak saya pastinya mereka begadang menyambut tahun baru kemudian disambung menonton bola. Saya sendiri heran, seberapa besar kantung matanya dan seberapa tahan mereka begadang hingga pagi hari?

Ketika sampai di gereja, saya bertugas membawa wiruk[2] (pedupaan) bersama Edo ndut, salah satu teman di tempat saya bersekolah. Setelah saya perhatikan secara seksama, sedikit sekali umat yang mengikuti Misa. Menurut saya ini karena banyak umat yang mungkin menyambut tahun baru seperti orang-orang pada umumnya, dengan cara berpesta pora, menyalakan kembang api, dan begadang hingga larut malam. Pada saat pulang dari gereja pun sama saja, bahkan saya melihat seorang perempuan muda yang sedang mabuk berjalan sempoyongan di atas trotoar. Mungkin lebih banyak lagi terjadi penyimpangan sosial pada saat perayaan menyambut tahun baru. Ini sungguh tidak sehat, secara fisik, psikologis, dan tentunya bukanlah cerminan budaya Indonesia.

Tidak banyak yang bisa saya ceritakan saat tahun baru. Namun banyak yang bisa saya paparkan di sini saat-saat saya merasakan perayaan malam Natal. Seperti apa ceritanya? Kita flashback aja yach….. jeng…jeng…!!!

Pada malam Natal 24 Desember 2012, saya juga bertugas di gereja. Namun saat berangkat, saya melihat sudah banyak sekali pedagang mercon (petasan) dan kembang api dimana-mana. Ada beberapa kembang api terlihat diledakkan, padahal saat itu belum malam tahun baru. Menurut saya ini adalah sebuah pemborosan. Pada saat saya bertugas pun dari dalam gereja saya mendengar ledakan kembang api di luar sana. Terdengar sepertinya dekat sekali, sungguh ini sangat mengganggu kekhusyukan jalannya Misa Malam Natal, sehingga suara Bapak Uskup yang sedang memberi homili (berkothbah) kalah dengan suara ledakan mercon dan kembang api. Apalagi pada saat Misa Malam Tahun Baru, sering sekali terdengar suara mercon ataupun kembang api. Walaupun demikian, kami tetap melaksanakan Misa dan berjalan lancar seperti biasanya.

Setelah Misa Malam Natal yang pertama, saya bersama teman-teman segera berlarian ke halaman gereja untuk berjualan lilin dan topi yang biasa digunakan oleh Santa Claus. Menurut saya ini cukup seru dan sangat menyenangkan, apalagi saya bertemu dengan Om Petrus (hahahha…), eh…salah, maksudnya Pak Petrus guru Geografi & Sosiologi di sekolah kami. Pak Petrus bersama kekasih dan ibunda tercintanya berkunjung ke post saya. Tapi sayang, cuma beli lilin, nggak mau beli topinya. Banyak hal yang sangat bermanfaat dalam kegiatan ini, seperti bertemu dengan banyak orang, sungguh sangat mengasyik moment ini, berinteraksi dengan orang lain dan terutama saya bisa tertawa riang bersama kawan.

Disamping itu, selidik punya selidik, setelah saya amati dan perhatikan, ternyata post misdinar yang menjajakan lilin Natal dan topi Sinterklaas punya saingan! Siapa saingannya??? Jeng…jeng…jeng… Ternyata ada pedagang kaki lima yang ikut menjajakan dagangannya di depan gereja! Mereka menjual berbagai macam mainan, seperti kartu, terompet dan bahkan lasser. Sedikit ngeri juga, karena katanya secara sengaja ataupun tidak jika lasser disorotkan ke mata dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kebutaan pada mata. Ini sangat membahayakan bagi siapapun yang menggunakan atau bagi siapapun yang terkena sorotan lasser. Singkatnya, banyak sekali pedagang berkeliaran di jalan saat malam Natal, sehingga jalanan menjadi macet. Inilah salah satu dampak yang saya temukan dalam scence di malam Natal.

SekamiPada tanggal 25 Desember 2012, saya kembali bertugas sebagai misdinar pada Misa Natal. Sehabis tugas, saya segera pergi nge-job bareng teman-teman Sekami (Serikat Kepausan Anak dan Remaja Misioner Indonesia)[3], main biola, tentunya. Disepanjang perjalanan menuju salah satu hotel di Kuta, saya melihat banyak turis asing yang mabuk-mabukan seraya mengucapkan “Merry Christmas” dengan lafal yang tidak jelas. Sampai di hotel saya membawakan beberapa buah lagu yang saya iringi sendiri dengan biola untuk menghibur anak-anak turis yang sedang berlibur di hotel tersebut. Para turis berpesta ria merayakan Natal dan makan-makan sampai berlebihan. Vicky TVMenurut saya ini juga salah satu hal yang kurang baik, karena mereka sangat berpoya-poya dan menghambur-hamburkan uang. Selesai bermain biola, saya langsung pulang. Tanggal 26 Desember 2012, saya juga ikut Misa Anak-anak dengan bermain biola pula. Bermain biola adalah hobby saya, dengan bermain biola pun saya banyak mendapatkan manfaat, yaitu dengan menghibur banyak orang. Pada Misa ini tidak banyak yang bisa saya ceritakan, walaupun sebenarnya banyak, tapi cukuplah saya akhiri saja cerita ini.

Heppy New Year 2013Setelah banyak kegiatan saat Natal, saya kembali menikmati liburan saya bersama keluarga, tapi tentunya lebih sering saya menikmatinya dengan tidur-tiduran bahkan hingga me-ngorok untuk hibernasi sampai malam tahun baru…

Cukup sekian, semoga cerita ini dan pendapat saya dalam fenomena perayaan menyambut tahun baru dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Selamat Tahun Baru 2013.

Denpasar, 8 Januari 2013.

Vicky

NB: Inilah Victoria Agatha, yang lebih sering dipanggil Vicky, tidak hanya cerdas dan cantik tetapi juga sangat pandai memainkan violin, merdu dan sangat berkarakter. Selamat menikmati…

Gumiho – Fox Rain by Victoria Agatha Violin Cover

Oh! My Lady OST Motnatjyo by Victoria Agatha Violin Cover

Yiruma River Flows in You by Victoria Agatha Violin Cover


[1] Tugas Sosiologi, mengamati kehidupan sosial pada moment menyambut tahun baru 2013 di lingkungan sekitar.

[2] Nama wiruk berasal dari bahasa Belanda wierooksvat. Dalam bahasa Latin namanya turibulum, sementara dalam bahasa Inggris disebut thurible atau censer. Wiruk atau Turibulum adalah bejana di mana dupa dibakar untuk pendupaan liturgis. Turibulum terdiri dari suatu badan dari logam dengan tutup terpisah yang menudungi suatu wadah untuk arang dan dupa; turibulum dibawa dan diayun-ayunkan dengan tiga rantai yang dipasang pada badannya,  sementara rantai keempat digunakan untuk menggerak-gerakkan tutupnya. Pada turibulum dipasang bara api, lalu di atasnya ditaburkan serbuk dupa sehingga asap dupa membubung dan menyebarkan bau harum. Dupa adalah harum-haruman yang dibakar pada kesempatan-kesempatan istimewa, seperti pada Misa yang meriah dan Pujian kepada Sakramen Mahakudus. “Mengenal Peralatan Misa”, dalam http://belajarliturgi.blogspot.com/2011/03/mengenal-peralatan-misa.html.

[3] Untuk mengetahui tentang Sekami dan sejarahnya silahkan kunjungi blog ini: “Sejarah Sekami”, http://sekamimataram.blogspot.com/2009/09/sejarah-sekami.html.

Leave a comment